SUBANG, [cvtogel] – Kunjungan mendadak (sidak) Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke salah satu pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) PT Tirta Investama (Aqua) di Subang, Jawa Barat, mengungkap fakta yang memprihatinkan dan ironis. Warga yang tinggal persis di sekitar area pabrik, yang merupakan penghasil jutaan liter air kemasan per hari, justru mengeluhkan kesulitan ekstrem untuk mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, terutama saat musim kemarau.
Warga Harus Beli Air, Klaim CSR Dibantah Mentah-mentah
Keluhan ini menjadi sorotan utama saat Dedi Mulyadi berdialog langsung dengan perwakilan masyarakat. Seorang Ketua RW setempat secara tegas membantah adanya program Corporate Social Responsibility (CSR) berupa penyaluran air bersih yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh warga sekitar pabrik.
“Kami di sini justru harus membeli air bersih dari pihak lain,” ungkap salah seorang warga dengan nada kecewa. “Padahal, pabrik [perusahaan] memanfaatkan sumber air tanah di wilayah kami. Tidak ada, Pak. Saya sebagai RW-nya juga belum pernah minum dari [produk] perusahaan, tidak ada,” tegas Ketua RW tersebut.
Fakta ini menciptakan ironi yang mendalam: masyarakat di sekitar sumber air melimpah kesulitan mengakses hak dasar air bersih, sementara pabrik tersebut terus beroperasi dengan mengambil air tanah dalam dalam volume yang besar.
Sorotan Dedi Mulyadi: Sumber Air hingga Dampak Lingkungan
Sidak yang awalnya terkait keluhan kerusakan jalan akibat truk pengangkut yang overload (kelebihan muatan) ini, kemudian meluas ke isu konservasi lingkungan dan hak sosial warga.
- Sumber Air Bukan Mata Air Permukaan: Dalam sidak, Dedi Mulyadi terkejut setelah mendapati konfirmasi dari pihak pabrik bahwa air yang digunakan bukan berasal dari mata air permukaan, melainkan dari sumur bor dalam (akuifer dalam) dengan kedalaman bervariasi antara 60 hingga lebih dari 130 meter. Temuan ini memicu perdebatan publik terkait klaim “Air Pegunungan” pada produk tersebut.
- Kekhawatiran Bencana Ekologis: Dedi Mulyadi menyampaikan kekhawatiran serius mengenai dampak pengambilan air tanah dalam (sekitar 2,8 juta liter per hari di satu lokasi) terhadap stabilitas lingkungan, terutama di wilayah pegunungan yang rentan longsor dan banjir. Ia mencontohkan daerah sekitar pabrik yang dahulu tidak pernah banjir, kini sering dilanda banjir dan longsor, mengindikasikan adanya “problem lingkungan akut” yang perlu dibenahi.
Ultimatum Keras dan Janji Tindak Lanjut
Menanggapi keluhan warga dan temuan di lapangan, Gubernur Dedi Mulyadi memberikan ultimatum keras kepada pihak perusahaan. Ia mengancam tidak akan memperpanjang izin pengambilan air jika perusahaan tidak segera melakukan perbaikan signifikan, termasuk mengganti armada truk angkut ke ukuran yang lebih kecil (sumbu dua) untuk mencegah kerusakan jalan.
“Air bersih adalah hak dasar setiap warga, dan kita harus memastikan bahwa hak ini terpenuhi,” tegas Dedi Mulyadi. Ia berjanji akan berkoordinasi dengan instansi terkait dan perusahaan untuk mencari solusi terbaik agar masyarakat sekitar dapat menikmati akses air bersih yang layak.
